Rabu, 21 Desember 2011

IRE, Kunjungan Tak Terlupakan

Bagi saya, praktikum DPKP acara terakhir adalah acara yang paling mengesankan dibanding yang lain. Banyak sekali ilmu yang saya peroleh dari kunjungan saya bersama teman-teman lainnya pada saat itu. Beruntung rasanya saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke sebuah lembaga swadaya masyarakat bernama IRE atau Institute for Research and Empowernment.

Cerita berawal saat keberangkatan kami. Saat itu udara sangat terik dan saya sangat lelah, sehingga perlu energi ekstra untuk menstabilkan emosi saya. Dengan penuh rasa sabar saya naik bus dan kami semua berangkat menuju IRE. Di dalam bus, saya dan teman-teman yang lain saling berdiskusi mengenai IRE. Kami berdiskusi mengenai awal berdirinya IRE, pergerakannya, anggotanya, sasarannya hingga kegiatan-kegiatannya. Saat itu entah mengapa rasa lelah saya lenyap berganti dengan keceriaan dan tentunya rasa penasaran.

Singkat cerita, sesampainya disana kami disambut dengan hangat oleh anggota-anggota IRE. Mereka memperkenalkan diri dan setelah itu mulai menyampaikan konten materi mengenai IRE dan sekitarnya. Dalam penyampaian materi, ada dua orang anggota IRE yang menyambut serta menyampaikan materi mengenai IRE, beliau adalah bapak Abdul Rozaki, Deputi program IRE Yogyakarta, serta ibu Dina sebagai peneliti IRE.

Bapak Abdul Rozaki atau bapak Jeki, mula-mula mengenalkan apa itu IRE serta latar belakang berdirinya IRE. Beliau mengatakan bahwa pencetus IRE adalah seorang idealis bernama bapak Heru yang sepulang dari kuliah di luar negeri ngeri melihat kebobrokan rezim orde baru. Beliau iba melihat ketidakberdayaan rakyat dalam mengadapi konstruksi sosial politik yang respresif dan diskriminatif.

Pergerakan rezim orde baru yang hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi tanpa adanya pemertaan ekonomi merupakan wacana utama pada masa orde baru. Hal itu menjadi semakin kompleks dengan menghilangnya otonomi dan daya kritis masyarakat. Masyarakat ditekan dari segala penjuru dengan krisis ekonomi serta bungkaman aspirasi, sehingga negara kita pada saat iu menjadi anti-demokratis. Hal inilah yang melatar belakangi berdirinya IRE tahun 1994. Pada saat pak Jeki memaparkan bagian ini saya merasa sangat tertarik dan penasaran, apalagi saya memiliki minat yang kuat terhadap politik.

Tumbangnya Orde Baru menjadi titik ballik bagi IRE untuk melakukan reposisi terhadap segala rezim Orde Baru yang memarjinalkan rakyat. Tercetus ide dari IRE untuk mengisi kebimbangan dan ketidak-berdayaan rakyat ini dengan suatu bentuk kegiatan yang berlandaskan kemitraan dengan prinsip riset yang berbasis advokasi. Melalui empat segmen yaitu pengembangan kemitraan, pengembangan sipil, pengembangan masyarakat ekonomi, pengembangan politik dan pengembangan desa, IRE melakukan pergerakan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Bapak Jeki mengatakan bahwa program awal IRE adalah menimbulkan integras antara pemerintah, kelompok, perusahaan dan masyarakat. Sasaran dari program ini adalah masyarakat desa. Hal ini dikarenakan, masyarakat desa yang jumlahnya lebih banyak dari masyarakat urban, sehingga kedaulatan seakan-akan berada di tangan masyarakat desa. Selain itu, dengan kondisi masyarakat desa yang banyak kemiskinan membuat IRE semakin yakin bahwa sasaran pemberadayaan adalah masyarakat desa, yang kebanyakan mrupaka petani.

Bapak Jeki berulang kali mengatakan bahwa dirinya adalah salah satu korban dari bapak Heru yang sama-sama terketuk hatinya untuk melakukan tindakan “penyelamatan” masyarakat. Ia terdorong untuk membantu masyarakat untuk berpikir kritis dan bertindak taktis.

Sekali lagi pergerakan IRE adalah riset yang berbasis adovokasi. Maksudnya adalah, IRE melakukan pembelaan terhadap masyarakat pedesaan dengan mengadvokasi serta mengusahakan hak-hak mereka kepada pemerintah. Advokasi ini berlandaskan riset ilmiah agar bukti-bukti dan kenyataan dapat tersaji secara aktual dan faktual. IRE sendiri memiliki korps peneliti yang bertugas mencari dan mengolah data, membuat penelitian serta menghasilkan sebuah inovasi.

Hati saya benar-benar terketuk kala pak Jeki mengungkapkan beberapa fakta-fakta mengenai kondisi kritis negeri kita, dan bahkan menurut saya sebuah LSM dengan program-program sebagus IRE-pun tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan negeri ini begitu saja. Masalah pertanian yang begitu kompleks juga dikritisi oleh pak Jeki, seperti degradasi lahan serta ketahanan pangan. Namun beliau memberi semangat kepada saya dan teman-teman agar selalu berpikiran positif untuk memajukan sektor pertanian.

Sayangnya lembaga ini bergerak dalam lingkup advokasi secara umum, bukan pertanian. Padahal apabila dikhususkan dalam bidang pertanian, LSM ini akan sangat membantu khususnya kepada masyarakat tani. Walaupun demikian peran LSM (dalam hal ini IRE) dalam kesejahteraan petani sangatlah penting, karena dengan kegiatan semacam penyuluhan, petani dapat tercerahkan dan terberdaya.

Pemberian materi ditutup dengan sesi diskusi. Saya sangat bersyukur diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan mengenai hasil riset IRE serta apa manfaatnya bagi masyarakat. Pertanyaan saya dijawab baik itu oleh pak Jeki maupun bu Dina dengan sangat baik. Saya sangat puas dengan jawaban mereka.

Ilmu yang saya dapat serta pengalaman yang telah saya jalani selama di IRE harus diakhiri engan perpisahan. Saya tidak akan melupakan semua ilmu yang saya dapatkan, dan bahkan saya merasa benar-benar tertarik dengan IRE. Mungkn saya akan mempertimbangkan untuk bergabung dengan IRE suatu saat nanti. Bis yang manis telah menunggu, kamipun akhirnya pulang dengan riang gembira.

Tidak ada komentar: