Senin, 11 Februari 2013

Badrus dan Cita-Cita Mulianya



Aku dan tim Farming School kali ini kembali ke SD Piyungan untuk meneruskan program Sekolah Hijau yang masih mengangkat dongeng Pendekar Matahari dan Kapten Samudera Hindia. Dari awal masuk gerbang aku sudah merasakan atmosfer yang sangat menyenangkan. Memang hari ini tidak ada persiapan yang begitu spesial, bahkan naskah dongeng Pendekar Matahari dan Kapten Samudera Hindia (PMDKSH) baru kubuat pagi ini, the preparation is so messy (I think). Dan kurasa antusiasme mereka yang begitu tinggi tidak sebanding dengan persiapan yang kami buat.

Kembali lagi ke cerita gerbang sekolah, saat aku turun dari motor aku sudah disapa dengan begitu antusias oleh segerombolan anak-anak. “Mbak Rara!!!”, begitu mereka menyapaku dengan ceria, padahal aku tahu mereka pasti kelelahan setelah pulang sekolah, dan waktu istirahatnya masih harus kami “renggut” (mungkin terlalu lebay sih). Lantas aku menghampiri mereka dan menanyakan kabar mereka serta menyampaikan kata maafku karena pertemuan hari Sabtu yang lalu aku tidak bisa datang. Beberapa dari mereka memelukku, menggapai tanganku, dan mengikuti langkahku, aku digiring menuju kelas mereka. Sesampainya di kelas, beberapa anak ada yang sedikit kesal padaku karena pertemuan sebelumnya aku tidak hadir, mereka menanyakan keberadaanku saat itu dan kujawab saja aku ada kewajiban di kampus (red: Career days).

Sekolah Hijau episode ini berjudul “Doa-Doa Petani Pulau Kangkung”. Singkatnya, di episode ini, anak-anak kelas 4A itu diajak untuk menuliskan doa dan harapannya untuk pertanian dan petani. Pada episode ini dikisahkan pula ada sosok Butho Ijo yang dianalogikan sebagai korporasi atau oknum kotor yang bisanya hanya memperalat petani dan merampas hasil panen petani. Memang sih, agak sedikit brainwash tapi it’s really educable.

Satu sesi yang sangat menggugah hatiku adalah ketika ada pertanyaan yang dilemparkan ke anak-anak tentang cita-cita mereka. “Siapa yang disini cita-citanya jadi Petani? Jadi pahlawan pangan?”. Suasana kelas hening, tapi dali ujung belakang ada satu anak yang begitu bangga mengangkat tangannya sambil memperlihatkan senyumnya yang begitu menyenagkan. Dialah Badrus, dari awal aku masuk di kelas 4A, anak ini sudah sangat aktif. Saat ada pertanyaan seputar pengetahuan umum dan review pelajaran anak ini begitu aktif menjawab. Nilai tes pertamanya saja 100 dan ia langsung berperan sebagai Kapten Samudera Hindia. Perilakunya santun, saat bertanya atau menjawab biasanya ia mengangkat tangannya dahulu. Dan yang paling menyenagkan dari anak ini adalah ia begitu sering tersenyum. Anak ini sangat cerdas kurasa dan aku begitu bangga dengan Badrus. Saat kutanya pada Wali Kelas, ternyata anak ini memang menonjol.

Kata Bu Guru, “dia ini anak Pak Kyai”. Dan aku langsung teringat saat dulu salah satu tim kami menanyakan pada anak-akan itu tentang siapa yang orang tuanya petani dan dia juga dengtan bersemangat mengangkat tangannya. Jadi, anak ini adalah anak Pak Kyai petani, dan sebenarnya apapun profesi orang tuanya, kurasa mereka pasti sangat beruntung punya anak seperti dia. Kurasa, masa depanya akan sangat gemintang dan benderang. Satu yang menjadi harapanku sebenarnya adalah, aku berharap sosok si Badrus ini adalah refleksi anak-anak Indonesia masa kini. Ditengah keterpurukan dan kemunduran kualitas geneasi muda aku masih berharap banyak figur-figur seperti Badrus (dan aku tentunya :p).

Momen yang paling mengharukan dari pertemuan kali ini adalah ketika satu kelas serempak mengucapkan “Terima kasih kakak” pada tim kami. Sungguh kalimat mujarab untuk moodboster hari ini. “Sama-sama, adik-adik”, jadilah bintang-bintang gemilang di masa depan. Masa depan adalah kalian. :D