Selasa, 27 Desember 2011

Peran Penyuluhan dalam Proses Penyampaian dan Adopsi Teknologi di Pertanian

Untuk mengurangi kemiskinan pada masyarakat desa, riset berbasis teknologi perlu dilakukan dan diadopsi oleh petani. Masalah yang sering dihadapi oleh Negara berkembang saat ini adalah produktifitas di bidang pertanian serta degradasi lingkungan. Problem ini dapat dikurangi dampaknya dengan system penyuluhan yang berbasis riset dan teknologi agar petani dapat mendapatkan keuntungan dari segi ekonomis dari teknologi ini.

Prinsip Penyuluhan dalam Memfasilitasi Transfer Teknologi dan Adopsi

Ada tujuh prinsip bagi penyuluh dalam memfasilitasi transfer teknologi dan adopsi, yaitu:

1. Konsultasi

Kebanyakan orang-orang di pedesaan kurang memiliki kepercayaan pada orang luar atau orang asing. Mereka tidak segan-segan mengusir penyuluh yang akan mentransfer teknologi tanpa berkonsultasi terlebih dahulu pada tetua atau pemuka agama setempat. Hal ini sangat penting karena kepercayaan masyarakat desa bergantung pada pemuka agamanya. Tanpa adanya konsultasi, dapat berdampak negatif pada penyampaian teknologi.

2. Membangun Rasa Saling Pengertian

Selain pentingnya konsultasi, menekan ketidakpercayaan antara individu maupun kelompok perlu dilakukan. Menciptakan kondisi masyarakat yang percaya pada kinerja penyuluh akan menciptakan keadaan yang kondusif bagi penyuluh.

3. Menciptakan Hubungan Baik dengan Elemen Masyarakat

Petani dan penyuluh harus bekerja dalam kondisi yang menyenangkan dengan menciptakan hubungan persahabatan yang baik. Petani juga menghargai penyuluh yang mengadopsi tingkah laku yang superior.

4. Sensitif terhadap Kebutuhan, Hambatan dan Tantangan bagi Petani

Tiap-tiap petani memiliki pendidikan, gender, usia, suku, kebutuhan, hambatan, tantangan serta status sosial ekonomi yang berbeda-beda. Penyuluh hanyalah manusia biasa dan mungkin tidak memiliki jawaban atas tiap-tiap pertanyaan yang ditujukan padanya. Ketika tidak dapat menjawab pertanyaan dari petani, penyuluh sebaiknya mencarikan sumber jawaban alternatif bagi petani daripada menjawab dengan menerka-nerka namun jawaban tersebut malah menjerumuskan petani.

5. Menggunakan Istilah yang Tepat dan Mudah Dimengerti

Semantik adalah ilmu tentang arti kata (Kreitner, 1989). Saat menggunakan kosakata yang tidak familiar kepada petani saat menyuluh, penyuluh harus memastikan bahwa kosakata itu dimengerti petani. Seorang penyuluh harus memahami karakteristik petani dan menggunakan bahasa yang sederhana dalam berkomunikasi.

6. Memiliki Persiapan secara Teknis dan Percaya Diri

Petani akan semakin mudah percaya terhadap meteri yang disampaikan oleh penyuluh yang memilki persiapan teknis yang matang serta rasa percaya diri.

7. Menjadi Pendengar yang baik.

Meningkatkan kemampuan untuk mendengar dan peduli kepada masalah petani dapat mempermudah proses penyuluhan yang dilakukan.

Karakteristik Teknologi yang Memfasiliasi Proses Adopsi

1. Berhubungan dengan keuntungan secara ekonomis

Teknologi yang dibutuhkan petani pada dasanya berhubungan dengan keuntungan secara ekonomis, wibawa sosial, biaya yang murah, resiko yang kecil, pengurangan ketidaknyamanan, kepuasan psikologis, serta penghematan waktu.

2. Kompetibel

Adalah derajat dimana teknologi yang diterima petani berkaitan dengan tujuan petani, aspirasi, nilai sosial budaya,norma dan kepercayaan, pengalaman masa lalu, seryta kebutuhan petani.

3. Telah Diuji Coba

Suatu teknologi yang akan diinformasikan kepada petani di skala yang luas harus terlebih dahulu sudah dicoba.

4. Kemudahan

Teknologi yang penggunaannya mudaha akan mudah pula untuk diadopsi petani.

5. Mudah diteliti

Menerapkan Penyuluhan di Pertanian

Prinsip ilmu pengetahuan serta terapan dari penyuluhan pertanian yang memperhatikan kebutuhan petani, kesulitan, prioritas, dan tantangan akan mengajarkan petani untuk mengembangkan pertanian.

Pada dasarnya petani memperhatikan nasihat, saran, dan pengetahuan dari penyuluh yang mereka hargai. Maka penyuluh selayaknya harus paham akan kebutuhan tiap-tiap petani saperti halnya teknologi yang akan ditransferkan pada petani. Adopsi dari teknologi inilah yang akan meningkatkan produktifitas lahan dan keadaan ekonomi petani.

Rabu, 21 Desember 2011

Apakah Anda Setuju dengan Produk Transgenik?

Yuhan Farah Maulida

Terlepas dari banyaknya kekurangan dari tanaman transgenik, saya masih setuju dengan produksi tanaman transgenik serta beredarnya produk transgenik. Apalagi dengan produk tanaman pokok seperti jagung dan kedelai. Peningkatan kualitas fenotip dan genotip serta tentu saja ketahanan dari hama dan patogen pada kedua komoditas ini sangat membantu peningkatan kuantitas produksinya. Dengan ditanamnya transgenik jagung dan transgnik kedelai dapat membantu negara kita dalam menjaga ketahanan pangan.

Mengenai kontroversi mengenai keamanan konsumsi produk transgenik, memang harus dilakukan suatu uji coba serta penelitian yang sifatnya mendalam. Tanaman transgenik sebagai produk rekayasa genetika telah mengglobal serta peredarannya sudah tidak mungkin lagi dihentikan. Di Amerika sudah hampir 50% kedelai yang diproduksi di masyarakat adalah kedelai transgenik, untuk menarik kembali kedelai-kedelai tersebut merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Maka yaang terpenting harus dilakukan adalah dampak-dampak buruknya harus cepat dihentikan, bukan secara emosional, namun secara empiris. Pengujiannya harus total karena menyangkut hajat hidup banyak orang.

Menurut saya, seharusnya peredaran beberapa produk transgenik harus tetap dijalankan, namun harus dibatasi hanya pada beberapa varietas-varietas unggul yang memenuhi keamanan pangan. Saat ini sudah ada ratusan produk transgenik yang telah berhasil direkayasa. Semuanya harus terus dikendalikan oleh suatu badan, agar saat diedarkan sudah jelas-jelas aman dikonsumsi. Jadi, dalam perilisan produk transgenik tidak perlu terburu-buru. Walaupun hanya sedikit varietas yang diedarkan tapi apabila dari segi kuantitas sudah sangat membantu stok pangan dunia dan dari segi keamanan sudah aman dan layak dikonsumsi, saya rasa tidak ada masalah dengan produk transgenik.

Mengenai alergi dan penyakit-penyakit yang “katanya” disebabkan oleh tanaman transgenik, menurut saya adalah hal yang wajar. Sebab ada beberapa tanaman atau produk pangan bukan transgenik yang juga dapat menyebabkan alergi dan penyakit bagi konsumennya. Yang harus dilakukan saat ini adalah riset mengenai penangkal alergi serta penyakit-penyakit akibat tanaman transgenik.

IRE, Kunjungan Tak Terlupakan

Bagi saya, praktikum DPKP acara terakhir adalah acara yang paling mengesankan dibanding yang lain. Banyak sekali ilmu yang saya peroleh dari kunjungan saya bersama teman-teman lainnya pada saat itu. Beruntung rasanya saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke sebuah lembaga swadaya masyarakat bernama IRE atau Institute for Research and Empowernment.

Cerita berawal saat keberangkatan kami. Saat itu udara sangat terik dan saya sangat lelah, sehingga perlu energi ekstra untuk menstabilkan emosi saya. Dengan penuh rasa sabar saya naik bus dan kami semua berangkat menuju IRE. Di dalam bus, saya dan teman-teman yang lain saling berdiskusi mengenai IRE. Kami berdiskusi mengenai awal berdirinya IRE, pergerakannya, anggotanya, sasarannya hingga kegiatan-kegiatannya. Saat itu entah mengapa rasa lelah saya lenyap berganti dengan keceriaan dan tentunya rasa penasaran.

Singkat cerita, sesampainya disana kami disambut dengan hangat oleh anggota-anggota IRE. Mereka memperkenalkan diri dan setelah itu mulai menyampaikan konten materi mengenai IRE dan sekitarnya. Dalam penyampaian materi, ada dua orang anggota IRE yang menyambut serta menyampaikan materi mengenai IRE, beliau adalah bapak Abdul Rozaki, Deputi program IRE Yogyakarta, serta ibu Dina sebagai peneliti IRE.

Bapak Abdul Rozaki atau bapak Jeki, mula-mula mengenalkan apa itu IRE serta latar belakang berdirinya IRE. Beliau mengatakan bahwa pencetus IRE adalah seorang idealis bernama bapak Heru yang sepulang dari kuliah di luar negeri ngeri melihat kebobrokan rezim orde baru. Beliau iba melihat ketidakberdayaan rakyat dalam mengadapi konstruksi sosial politik yang respresif dan diskriminatif.

Pergerakan rezim orde baru yang hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi tanpa adanya pemertaan ekonomi merupakan wacana utama pada masa orde baru. Hal itu menjadi semakin kompleks dengan menghilangnya otonomi dan daya kritis masyarakat. Masyarakat ditekan dari segala penjuru dengan krisis ekonomi serta bungkaman aspirasi, sehingga negara kita pada saat iu menjadi anti-demokratis. Hal inilah yang melatar belakangi berdirinya IRE tahun 1994. Pada saat pak Jeki memaparkan bagian ini saya merasa sangat tertarik dan penasaran, apalagi saya memiliki minat yang kuat terhadap politik.

Tumbangnya Orde Baru menjadi titik ballik bagi IRE untuk melakukan reposisi terhadap segala rezim Orde Baru yang memarjinalkan rakyat. Tercetus ide dari IRE untuk mengisi kebimbangan dan ketidak-berdayaan rakyat ini dengan suatu bentuk kegiatan yang berlandaskan kemitraan dengan prinsip riset yang berbasis advokasi. Melalui empat segmen yaitu pengembangan kemitraan, pengembangan sipil, pengembangan masyarakat ekonomi, pengembangan politik dan pengembangan desa, IRE melakukan pergerakan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Bapak Jeki mengatakan bahwa program awal IRE adalah menimbulkan integras antara pemerintah, kelompok, perusahaan dan masyarakat. Sasaran dari program ini adalah masyarakat desa. Hal ini dikarenakan, masyarakat desa yang jumlahnya lebih banyak dari masyarakat urban, sehingga kedaulatan seakan-akan berada di tangan masyarakat desa. Selain itu, dengan kondisi masyarakat desa yang banyak kemiskinan membuat IRE semakin yakin bahwa sasaran pemberadayaan adalah masyarakat desa, yang kebanyakan mrupaka petani.

Bapak Jeki berulang kali mengatakan bahwa dirinya adalah salah satu korban dari bapak Heru yang sama-sama terketuk hatinya untuk melakukan tindakan “penyelamatan” masyarakat. Ia terdorong untuk membantu masyarakat untuk berpikir kritis dan bertindak taktis.

Sekali lagi pergerakan IRE adalah riset yang berbasis adovokasi. Maksudnya adalah, IRE melakukan pembelaan terhadap masyarakat pedesaan dengan mengadvokasi serta mengusahakan hak-hak mereka kepada pemerintah. Advokasi ini berlandaskan riset ilmiah agar bukti-bukti dan kenyataan dapat tersaji secara aktual dan faktual. IRE sendiri memiliki korps peneliti yang bertugas mencari dan mengolah data, membuat penelitian serta menghasilkan sebuah inovasi.

Hati saya benar-benar terketuk kala pak Jeki mengungkapkan beberapa fakta-fakta mengenai kondisi kritis negeri kita, dan bahkan menurut saya sebuah LSM dengan program-program sebagus IRE-pun tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan negeri ini begitu saja. Masalah pertanian yang begitu kompleks juga dikritisi oleh pak Jeki, seperti degradasi lahan serta ketahanan pangan. Namun beliau memberi semangat kepada saya dan teman-teman agar selalu berpikiran positif untuk memajukan sektor pertanian.

Sayangnya lembaga ini bergerak dalam lingkup advokasi secara umum, bukan pertanian. Padahal apabila dikhususkan dalam bidang pertanian, LSM ini akan sangat membantu khususnya kepada masyarakat tani. Walaupun demikian peran LSM (dalam hal ini IRE) dalam kesejahteraan petani sangatlah penting, karena dengan kegiatan semacam penyuluhan, petani dapat tercerahkan dan terberdaya.

Pemberian materi ditutup dengan sesi diskusi. Saya sangat bersyukur diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan mengenai hasil riset IRE serta apa manfaatnya bagi masyarakat. Pertanyaan saya dijawab baik itu oleh pak Jeki maupun bu Dina dengan sangat baik. Saya sangat puas dengan jawaban mereka.

Ilmu yang saya dapat serta pengalaman yang telah saya jalani selama di IRE harus diakhiri engan perpisahan. Saya tidak akan melupakan semua ilmu yang saya dapatkan, dan bahkan saya merasa benar-benar tertarik dengan IRE. Mungkn saya akan mempertimbangkan untuk bergabung dengan IRE suatu saat nanti. Bis yang manis telah menunggu, kamipun akhirnya pulang dengan riang gembira.

Developing Effective Communications

By Dick Lee
Extension and Agricultural Information

A summary from Yuhan Farah Maulida. Student of Faculty of Agriculture, Unversitas Gadjah Mada.

About 70-80% of Americans uses their time in communication. It means that communication hold the key for the success in extension world. Everyone believes that the need of communication is important to their lives.

But what is communication? Basically, the meaning of communication has a great variation. Most individuals have their own way to explain their definition. The origin word of communication comes from the Latin communis that means “common”. So in the process of communication we are trying to make a “commonness” with someone.

A sociologist describes communication as a mechanism through which human relations exist and develop. In the other side, a journalist said that communication is the process whereby one person tells another something through the written or spoken word.

Differ from both description, Carl Hovland, a well known psychologist said that communication is the process by the communicator that transmitting stimuli to modify the behavior of the other individuals. This description represents the aim of many extension worker. Yes, the aim of the extension workers is change the behavior of the objects. Generally, in communication people do not have the intention to modify behavior. But, in extension worker’s world the modification of behavior are very-very important.

To communicate effectively, we need to be aware with every factors in the communication process, so it will help us to analyzing situation, solving problems, and so on. Communication models come in a variety of forms, can be a summations or a diagrams to mathematical formulas. One model of the communication process reviewed is also one of the oldest.

Here are some communication models:

1. Aristotle’s Model

Aristotle called the study of communication as rhetoric and held forth of three elements within the process. The three elements are speaker, subject, and person addressed. Aristotle believed that the person at the end of the communication process holds the key to whether or not communication takes place. So this model emphasizes the long interest in communication.

2. Lasswell's model

Lasswell’s quote’s “Who says what in which channel to whom with what effect" has a meaning that there must be an "effect" if communication takes place. So there must be an effect or a motivation in communication. Lasswell's version has a four parts or elements withn the process- speaker (who), subject (what), person addressed (whom). Most modern-day theorists discuss the four parts of the communication process, but use different terms to designate them.

3. The Shannon and Weaver model

In 1949, Shannon and Weaver attempted to do two things. First, reduced the communication process to a set of mathematical formulas. Second, discussed problems that could be handled with the model. To formulate thier thoughts, they create a diagram of communication. The process are similar with Aristotle’s elements but the fourth component -transmitter- is included.

In this model, they were concerned with noise and then illustrated "semantic noise" that interferes with communication. Semantic noise is the problem connected with differences in meaning that people assign to words, to voice inflections in speech, to gestures and expressions and to other similar "noise" in writing.

Practically, the using of semantic noise is hard to be realized in developing of effective communication. In reality, people may have a different meaning to receive the message. So, we must be aware of semantic noises’s using especially in face-to-face verbal communication just as there is static noise.

4. Schramm's model

Schramm formulated that “If the source's and destination's fields of experience overlap, communication can take place”. For many years ago, there was a large overlap between the extension communicator and the middle-class audience. Yet, in the 1960s, a period of growing social awareness, many extension workers were challenged to work with a "disadvantaged" audience. Many of the middle-class extension workers found it difficult to communicate with them.

Extensions employs individuals from the target disadvantaged audience, training them, and in turn allowing them to provide the important communications linkage. Those employees are given such titles as leader aides, nutrition assistants, paraprofessionals, etc.

5. The Rileys' model

John W. and Matilda White Riley point out the importance of the sociological view in communication in another way. They said that such a view would fit together the many messages and individual reactions to them within an integrated social structure and process. The communicator sending messages in accordance with the expectations and actions of other persons and groups within the same social structure. receiver are also important in the communications process. The communication process is seen as a part of a larger social process, both affecting it and being in turn affected by it. So the model illustrates communication is a two-way proposition.

The important point of this model is receivers receive our messages as members of primary groups. Group references may be a positive reinforcement of our messages; at other times they may create a negative force.

6. Berlo's model

The last model is the SMCR model by David K. Berlo Berlo points out the importance of the psychological view in his communications model as source, message, channel, and receiver.

Several things determine how a source will operate in the communication process. There are abilities to think, write, draw, speak, attitudes toward audience, the subject matter, yourself, or toward any other factor pertinent to the situation.

To create a message, we must choose the code or language. We also need to make a content and organize it to meet acceptable treatment for the given audience. Channel are the method over which the message will be transmitted: telegraph, newspaper, radio, letter, poster or other media. At last, receiver becomes the final link in the communication process.

Last but not least, let's return again to the idea that successful communication depends upon the receiver. As a communications source, we can spend a lot of time preparing messages and in selecting channels, but if the receiver doesn't get the message, we haven't communicated.