Selasa, 26 November 2013

STRATEGI PENCEGAHAN KONFLIK AGRARIA MELALUI PENYULUHAN HUKUM AGRARIA


Sumber gambar: Tempo.co

Untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang terjadi selama ini, Pemerintah Daerah harus mengimplementasikan reformasi agraria sesuai dengan regulasi yang berlaku. Reformasi agraria yang telah tertuang dalam Undang-undang Pokok Agraria merupakan restrukturisasi pengelolaan sumber-sumber agraria. Dengan reformasi agraria yang dilaksanakan sesuai dengan. Peraturan yang berlaku, maka ketimpangan pengelolaan tanah, kemiskinan, sengketa dan konflik agraria dapat dikurangi.

Dari sisi masyarakat, perlu ada edukasi mengenai hukum agraria. Dari beberapa tipografi konflik agraria yang terjadi di Indonesia, menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat akan hukum agraria masih sangat kurang. Pengetahuan yang kurang ini menjadi penyabab terjadinya kesalah pahaman pada beberapa kasus konflik agraria. Perampasan hak tanah adat oleh korporasi juga didasarkan pada ketidak pahaman masyarakat tentang hukum yang berlaku di tanah mereka. Oleh sebab itu, perlu pendekatan edukatif pada masyarakat melalui suatu bentuk penyuluhan oleh badan pemerintah maupun swasta.
           
Penyuluhan pada dasarnya merupakan proses diseminasi suatu inovasi maupun pengetahuan sehingga pada akhirnya seseorang mengadopsinya. Setelah diadopsi oleh individu maka akan terjadi proses difusi dari satu individu ke individu yang lain. Menurut Moersantoro (2008), penyuluhan adalah pendidikan non formal diluar sekolah untuk keluarga tani agar mereka berubah perilakunya dan akhirnya mereka dapat memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha tani yang mereka hadapi.

Untuk mencegah timbulnya konflik agraria, perlu ada penyuluhan hukum agraria. Penyuluhan hukum agraria menurut Wibowo (2008) adalah suatu sistem penyampaian informasi, konsultasi dan bimbingan masalah pertanahan secara berkesinambungan kepada masyarakat luas untuk  meningkatkan pengetahuan, kesadaran hukum, dan kemauan anggota masyarakat untuk memperoleh hak dan melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa tujuan penyuluhan hukum agraria adalah untuk:

  1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya kejelasan hak kepemilikan tanah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
  2. Meningkatkan kesadaran hukum pada masyarakat mengenai hak dan kewajiban sebagai warga negara tentang agraria,
  3. Meningkatkan kemauan masyarakat untuk memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya sebagai warga Negara yang taat pada hukum,
  4. Mendorong keikutsertaan lembaga pemerintah dan lembaga kemasyarakatan agar turut serta mendukung pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria,
  5. Memperbaiki dan memelihara citra institusi pemerintah terkait, menuju terciptanya Good land Governance.
Dalam kegiatan penyuluhan hukum agraria, pelaku penyuluhan memegang peran yang sangat penting. Lembaga yang melaksanakan penyuluhan hukum agraria bagi sasaran penyuluhan dapat dari kelembagaan petani, kelembagaan pemerintah, maupun kelembagaan LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Dalam praktiknya, kelembagaan petani memegang pengaruh penting pada masyarakat tani di Indonesia. Kelompok tani bahkan memiliki status yang sejajar dengan penyuluh pertanian sebagai  mitra kerja. Tidak menutup kemungkinan beberapa anggota kelompok tani memiliki pengetahuan dan pengalaman hukum agraria yang lebih banyak dari anggota lainnya, sehingga tidak menutup kemungkinan penyuluhan hukum agraria dapat dilakukan melalui kelembagaan petani.

Kelembagaan pemerintah yang dapat melaksanakan penyuluhan hukum agraria adalah Badan Pertanahan Nasional, Dinas Kehutanan, maupun Dinas Pertanian. Kelembagaan pemerintah yang paling berwenang dalam penyuluhan hukum agraria adalah Badan Pertanahan Nasional. Penyuluhan hukum agraria merupakan hal yang wajib dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai badan yang dibentuk untuk administrasi pertanahan serta pencegahan dan penanganan konflik agraria. Tujuan dilakukan penyuluhan hukum agraria adalah untuk menciptakan tata kelola administrasi pertanahan yang baik. Secara keseluruhan, peran penyuluhan hukum agraria yang paling vital idealnya berasal dari Badan Pertanahan Nasional.

Lembaga Swadaya Masyarakat juga dapat melakukan penyuluhan hukum agraria. Sebagai lembaga yang mayoritas mengusahakan terpenuhinya hak-hak rakyat, penyuluhan hukum agraria dapat dijadikan salah satu model pendekatan untuk membantu rakyat memperoleh hak-hak atas tanahya. Namun, pada realitanya pergerakan LSM masih sebatas pada membantu penyelesaian konflik belum pada upaya pencegahan konflik, seperti penyuluhan hukum agraria.

Sasaran penyuluhan hukum agraria adalah penerima manfaat atau beneficiaries pembangunan agraria, yang terdiri dari individu atau kelompok masyarakat yang terlibat dalam urusan agraria yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam kegiatan pembangunan agraria. Termasuk sasaran atau penerima manfaat pembangunan agraria adalah masyarakat sekitar perkebunan, masyarakat sekitar hutan, masyarakat sekitar sabuk hijau dan masyarakat lainnya yang terlibat baik langsung atau tidak dalam konflik agraria (Wibowo, 2008).

Wibowo (2008) juga mengungkapkan bahwa keberhasilan pelaksanaan penyuluhan hukum agraria tidak terlepas dari dukungan semua pihak. Oleh karena itu penyuluhan hukum agraria dengan strategi yang meliputi:

  1. Komitmen politis, yaitu keterlibatan dan keterikatan lembaga-lembaga resmi pemerintah  baik departemen maupun non departemen ataupun badan untuk mendukung pelaksanaan penyuluhan hukum agraria.
  2. Komitmen masyarakat dan atau lembaga masyarakat, baik secara perorangan atau kelompok untuk mendukung pelaksanaan penyuluhan hukum agraria.
Sumber:
Moersantoro. 2008. Metode Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian. Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Wibowo, A. 2008. Urgensitas penyuluhan hukum agraria pada masyarakat rawan konflik pertanahan. Jurnal Yustisia. 75: 95-100.


Tidak ada komentar: