Belakangan ini,
perekonomian Indonesia banyak disoroti karena telah berhasil mengalami
penigkatan di kala dunia mengalami guncangan di pasar modal global. Dibanding tahun lalu, Indonesia sepanjang tahun ini
mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi di
atas 6,7%. Dibalik prestasi ekonomi ini, sumbangan sektor pertanian dan
pengolahan masih 39% dari total
pendapatan masyarakat. Padahal, sektor inilah yang sangat penting dalam
mewujudkan suatu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Kontras
dengan perekonomian nasional, kondisi pangan negara kita saat ini sangat
memprihatinkan. Dimulai dengan masalah perubahan iklim yang banyak menyebabkan
petani gagal tanam, bahkan gagal panen. Masalah-masalah ini juga semakin parah
dengan terus meningkatnya konsumsi pangan rakyat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk.
Semakin
sempitnya lahan akan meniadakan kesempatan kerja masyarakat bahkan merenggut
pekerjaan para petani. Padahal sektor ini adalah sektor yang tradable, yaitu yang mampu menyerap
banyak tenaga kerja sebagai penopang perekonomian nasional. Faktanya, rata-rata
lahan pertanian tiap petani hanya seluas 0,2 Ha, suatu angka yang menunjukkan
rendahnya produktifitas hasil pertanian negara kita.
Kurangnya
produktifitas pangan kita saat ini tak mampu lagi menopang tingginya tingkat
konsumsi masyarakat. Yang paling disoroti adalah ketidakmampuan untuk mencukupi
kebutuhan makanan pokok seperti beras dan gandum. Akibatnya negara kita harus sedikit
mengimpor dari negara lain untuk mencukupi tingginya konsumsi beras dan gandum
serta makanan pokok lainnya. Angka import tanaman pangan Indonesia saat ini
telah mencapai 1.180.809.168 kg.
Konsumsi pangan pokok tertinggi negara kita adalah beras
dengan jumlah sekitar 90.000 kg per kapita. Untuk mengurangi angka
ketergantungan masyarakat yang sangat tinggi ini, cukup banyak
kebijakan-kebijakan yang telah dirilis pemerintah untuk mengurangi atau
setidaknya menekan ketergantungan masyarakat akan beras. Salah satu cara yang
dilakukan adalah dengan menaikkan harga beras. Pada tahun ini saja kenaikan
harga beras mencapai 20%.
Dampak positif dari kebijakan ini adalah munculnya kesadaran
masyarakat akan diversifikasi pangan. Masyarakat mulai mencari makanan
pengganti beras yang harganya jauh lebih murah. Beberapa kalangan mulai
mengkonsumsi umbi-umbian seperti kentang, ketela pohon, ketela rambat dan
umbi-umbian lain. Namun, masyarakat yang mulai mengkonsumsi umbi-umbian
jumlahnya sangat minor, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang menengah ke
atas dan memahami tentang nutrisi pada umbi-umbian. Di lain pihak masyarakat
menengah kebawah yang jumlahnya jauh lebih banyak memilih mengkonsumsi makanan
dengan harga murah, sedap, dan jumlahnya melimpah, yaitu mie instan.
Mie
instan telah menjadi makanan nasional saat ini. Banyak merek menawarkan
berbagai variasi rasa dan hal ini terbukti ampuh menarik minat masyarakat untuk
berbondong-bondong mengkonsumsi mie instan. Tingginya peminat mie instan ini
jelas menyuburkan bisnis mie instan. Produksi mie instan semakin lama semakin
meningkat dengan semakin tumbuhnya kuantitas konsumen mie instan.
Selain
mie instan, roti juga merupakan makanan yang sangat diminati masyarakat karena
cita rasa serta harganya yang terjangkau. Konsumsi roti dan kue sangatlah tinggi
di Indonesia, tiap harinya masyarakat di Indonesia tidak dapat lepas dari roti
dan kue. Konsumsi roti dan kue yang tinggi di Indonesia memang sering dikaitkan
dengan masalah-masalah pergeseran budaya. Namun, di samping itu ada masalah
lain yang cukup kompleks dihadapi oleh negara kita, dari manakah
pengusaha-pengusaha roti dan mie itu memperoleh bahan baku yaitu tepung gandum?
Indonesia
mengimpor gandum sebesar 95%, sebuah angka yang fantastis bagi sebuah komoditas
impor. Dengan angka yang begitu tinggi, negara kita sangat tergantung pada
negara penghasil gandum. Negara kita juga otomatis menjadi pasar yang pesat
karena besarnya jumlah konsumen gandum. Hal inilah yang sangat dimanfaatkan
betul oleh para pengusaha gandum untuk terus menjejali negara kita dengan
gandum karena negara kita hampir tidak mungkin berswasembada gandum.
Pemerintah,
khususnya Bulog begitu dicela karena negara kita tidak bisa lepas dari impor
beras. Tapi, dilihat dari data statistik, impor beras kita turun sekitar 2% dan
impor gandum tahun ini naik sampai 9%. Apabila dua angka tersebut dibandingkan,
maka seharusnya impor gandum lebih disoroti. Namun kenyataannya, sampai saat ini banyak pihak
yang saling menyalahkan atas ketidakmampuan negara kita untuk swasembada beras,
namun tidak sadar bahwa negara kita juga ketergantungan oleh pangan lain yaitu
gandum.
Beras
memang telah menjadi makanan nasional kita sedari dulu. Tanah kitapun sangat
subur dan beras mudah ditanam di Indonesia. Dilain pihak gandum memang tidak
dapat ditanam di tanah Indonesia. Walaupun ada beberapa orang yang berhasil
menanam gandum, tapi jumlahnya sangat kecil sekali. Jadi hal ini menjadi
semacam kompromi untuk mengimpor gandum.
Seharusnya,
masyarakat tidak mudah terbutakan dengan masalah impor gandum ini. Hal ini
sangat penting dilakukan karena semakin meningkatknya impor gandum di Indonesia,
dapat membuat negara kita ketergantungan akan gandum dan harus terus mengimpor.
Suatu saat nanti, apabila hal ini terjadi, negara kita akan mengalami saat-saat
yang berbahaya karena tidak akan mungkin mampu berswasembada dan akan menyeret
kita pada kolonialisasi-kolonialisasi harga pangan dunia sehingga perekonomian
nasional akan jatuh.
Selain
berharap pada masyarakat untuk sadar akan pentingnya memperhatikan angka impor
gandum, perlu ada usaha preventif dari pemerintah. Untuk dapat mencapai suatu pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas, pemerintah harus mampu mengendalikan inflasi. Pertumbuhan
ekonomi sebagian besar didorong konsumsi masyarakat. Jika inflasi tinggi, daya
beli masyarakat menurun dan konsumsi masyarakat akan berkurang. Ini
tentu berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Tanggung
jawab besar juga harus dijalankan oleh tiap individu untuk membiasakan diri
tidak mengkonsumsi gandum. Memang sangat sulit untuk sama sekali tidak
mengkonsumsi gandum, namun dengan membatasi konsumsi gandum tiap harinya, kita
dapat mengurangi angka impor negara kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar