Aku dan tim Farming
School kali ini kembali ke SD Piyungan untuk meneruskan program Sekolah Hijau
yang masih mengangkat dongeng Pendekar Matahari dan Kapten Samudera Hindia.
Dari awal masuk gerbang aku sudah merasakan atmosfer yang sangat menyenangkan.
Memang hari ini tidak ada persiapan yang begitu spesial, bahkan naskah dongeng
Pendekar Matahari dan Kapten Samudera Hindia (PMDKSH) baru kubuat pagi ini, the
preparation is so messy (I think). Dan kurasa antusiasme mereka yang begitu
tinggi tidak sebanding dengan persiapan yang kami buat.
Kembali lagi ke cerita
gerbang sekolah, saat aku turun dari motor aku sudah disapa dengan begitu
antusias oleh segerombolan anak-anak. “Mbak Rara!!!”, begitu mereka menyapaku
dengan ceria, padahal aku tahu mereka pasti kelelahan setelah pulang sekolah,
dan waktu istirahatnya masih harus kami “renggut” (mungkin terlalu lebay sih).
Lantas aku menghampiri mereka dan menanyakan kabar mereka serta menyampaikan
kata maafku karena pertemuan hari Sabtu yang lalu aku tidak bisa datang.
Beberapa dari mereka memelukku, menggapai tanganku, dan mengikuti langkahku,
aku digiring menuju kelas mereka. Sesampainya di kelas, beberapa anak ada yang
sedikit kesal padaku karena pertemuan sebelumnya aku tidak hadir, mereka
menanyakan keberadaanku saat itu dan kujawab saja aku ada kewajiban di kampus
(red: Career days).
Sekolah Hijau episode
ini berjudul “Doa-Doa Petani Pulau Kangkung”. Singkatnya, di episode ini,
anak-anak kelas 4A itu diajak untuk menuliskan doa dan harapannya untuk
pertanian dan petani. Pada episode ini dikisahkan pula ada sosok Butho Ijo yang
dianalogikan sebagai korporasi atau oknum kotor yang bisanya hanya memperalat
petani dan merampas hasil panen petani. Memang sih, agak sedikit brainwash tapi it’s really educable.
Satu sesi yang sangat
menggugah hatiku adalah ketika ada pertanyaan yang dilemparkan ke anak-anak
tentang cita-cita mereka. “Siapa yang disini cita-citanya jadi Petani? Jadi
pahlawan pangan?”. Suasana kelas hening, tapi dali ujung belakang ada satu anak
yang begitu bangga mengangkat tangannya sambil memperlihatkan senyumnya yang
begitu menyenagkan. Dialah Badrus, dari awal aku masuk di kelas 4A, anak ini
sudah sangat aktif. Saat ada pertanyaan seputar pengetahuan umum dan review
pelajaran anak ini begitu aktif menjawab. Nilai tes pertamanya saja 100 dan ia
langsung berperan sebagai Kapten Samudera Hindia. Perilakunya santun, saat
bertanya atau menjawab biasanya ia mengangkat tangannya dahulu. Dan yang paling
menyenagkan dari anak ini adalah ia begitu sering tersenyum. Anak ini sangat
cerdas kurasa dan aku begitu bangga dengan Badrus. Saat kutanya pada Wali
Kelas, ternyata anak ini memang menonjol.
Kata Bu Guru, “dia ini
anak Pak Kyai”. Dan aku langsung teringat saat dulu salah satu tim kami
menanyakan pada anak-akan itu tentang siapa yang orang tuanya petani dan dia
juga dengtan bersemangat mengangkat tangannya. Jadi, anak ini adalah anak Pak
Kyai petani, dan sebenarnya apapun profesi orang tuanya, kurasa mereka pasti
sangat beruntung punya anak seperti dia. Kurasa, masa depanya akan sangat
gemintang dan benderang. Satu yang menjadi harapanku sebenarnya adalah, aku
berharap sosok si Badrus ini adalah refleksi anak-anak Indonesia masa kini.
Ditengah keterpurukan dan kemunduran kualitas geneasi muda aku masih berharap
banyak figur-figur seperti Badrus (dan aku tentunya :p).
Momen yang paling
mengharukan dari pertemuan kali ini adalah ketika satu kelas serempak
mengucapkan “Terima kasih kakak” pada tim kami. Sungguh kalimat mujarab untuk moodboster hari ini. “Sama-sama,
adik-adik”, jadilah bintang-bintang gemilang di masa depan. Masa depan adalah
kalian. :D
1 komentar:
Brainwash nggak selalu negatif kok haha
Posting Komentar