Well, it’s
me again, and I’m still the same super girl that love simplicity. Umm, I don’t
know, it’s still hard for me to tell my feeling to someone else, directly. And,
you know, it’s easier (I think) to write down my feeling in blog or diary, than
make a deep conversation . Emm, mungkin karena sebenarnya bakatku di literasi (
I don’t think so ), atau mungkin aku terlalu sibuk dan sahabat-sahabatku juga
terlalu sibuk (???)
La la la,
beberapa waktu lalu memang aku merasa gila, kelelahan, muak dan jenuh dengan
semua hal.
Aku merasa
gila karena aku tergila-gila dengan matahariku, tapi terlalu sulit untuk
menatap matanya, apalagi membisikkan kata cinta. Dia begitu bersinar di mataku,
tapi aku hanyalah kumpulan butiran air di langit hasil evapotranspirasi. Aku
memang jauh lebih tinggi dari lainnya di permukaan tanah sana. Tapi, apalah
bedanya aku dengan yang lainnya? Jauh lebih dekat dengannya tapi sama-sama tak
dapat meraihnya. Aku merasakan pancarannya, tapi dia tidak. Bahkan mungkin dia
merasa aku begitu membencinya karena akulah awan kelabu, walau sebenarnya aku
hanya malu, diam dan tak bisa apa-apa dihadapannya.
Cintaku tak
berbalas, oh bukan, bukan cintaku yang tak berbalas, tapi cintaku tak bisa sampai
padanya. Aku memang pengecut, dan dalam hal ini aku mengaku menjadi pecundang,
karena tidak dapat mengusahakan cintanya sendiri. Tapi, disisi lain ada yang
begitu baik, begitu sabar, dan begitu gigih padaku. Ah, ini semakin membuatku
gila dan frustasi kala itu.
Kala itu
aku juga merasakan akumulasi kelelahanku. Di penghujung tahun itu aku merasakan
puncaknya. Kala itu, aku lelah menjadi wanita kuat, lelah dianggap hebat, lelah
tak pernah mengeluh dan lelah selalu tegar. Hey everybody, I’m strong, but I
still have a sensitivity of a girl, bahkan perasaanku jauh lebih sensitif dan
halus dari yang kalian kira. Saat itu, aku merasa haus akan rasa iba, dan belas
kasihan. Aku benar-benar ingin dimengerti, bahkan kalimat sederhana seperti; “Hai Rara, apa kabar? Apa kamu baik2
saja?” –pun sangat2 kuharapkan. Aku benar-benar ingin mengeluh “Aku lelah….”.
Tapi aku bukan orang seperti itu…….
Bahkan yang paling menyebalkan menurutku
adalah anggapan bahwa aku tidak feminin. Kenapa? Apa hanya karena aku terlalu tegar dan
kuat? Karena aku serba bisa? Karena aku terlalu cerdas? Apakah feminisme itu mereka analogikan dengan
kelemahan hati? Ketidakmampuan? Ketidakberdayaan? Kedangkalan pikiran??? Picik
sekali… Beberapa tahun yang lalu aku pernah berjanji untuk menjadi kuat, tidak
akan menangis, dan tidak mengeluh. Kulakukan itu semua untuk menapaki citaku
untuk mengabdi pada perjuangan pemberdayaan wanita dan perlindungan anak. Dalam
perspektifku, itulah feminisme yang paling elitis.
Di
penghujung tahun itu, aku juga mengalami kejenuhan. Aku jenuh dengan semua
aktivitasku. Bangun jam 5, tidur jam 2 pagi, begitu setiap hari.. Bahkan
bernafas saja sulit bagiku. Aku tidak pernah menyalahkan semua aktifitasku,
hanya saja aku jenuh saat itu. Ya, hanya jenuh….
Semua rasa
itu terakumulasi di penghujung tahun 2012 yang penuh warna. But, suddenly I
woke up. I’m tired and pity of being tired and pitiful. So, the tears that time
is only a crumble of my huge story. It’s only a mikro piece of my big big big
story. Luckily I have a super mom, nice buddy dan hati baja yang bisa sembuh
lebih cepat… Last but not least, kesimpulan dari tulisan ini adalah…….. emm,
apa ya, jadi bingung… haha… I think, tidak semua hal harus mempunyai kesimpulan,
kan? Hehe, ini hanya curahan hati :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar